BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Salah satu ciri pembelajaran
matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan pada suatu teori psikologi
belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh ahli pendidikan.Salah satu ahli
pendidikan yang mengembangkan teori belajar matematika adalah Van Hiele.Van
Hiele bersama istrinya Dina van Hiele-Geldof mengembangkan
teori belajar matematika yang disebut teori belajar Van Hiele.
Dalam
teori yang mereka kemukakan mereka berpendapat bahwa dalam mempelajari geometri
para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir melalui tahap-tahap
tertentu.
Van Hiele melihat
pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa
dibandingkan dengan cabang matematika yang lain, namun bukti-bukti di lapangan
menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah. Banyak siswa yang masih
mengalami kesulitan dalam memahami materi geometri. Untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar geometri tersebut, Van Hiele
mengembangkan suatu teori belajar matematika yang dapat meningkatkan kualitas berpikir
siswa dalam belajar geometri.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah
ini adalah:
1. Apa pengertian teori belajar ?
2. Bagaimana tahap pemahaman geometri dalam
teori belajar Van Hiele ?
3. Bagaimana fase – fase pembelajaran
geometri menurut teori belajar Van Hiele ?
4. Bagaimana implemenentasi teori belajar Van
Hiele dalam pembelajaran geometri?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian teori belajar.
2. Mengetahui tahap pemahaman geometri dalam
teori belajar Van Hiele.
3. Mengetahui fase – fase pembelajaran
geometri menurut teori belajar Van Hiele.
4. Mengetahui implementasi teori belajar Van
Hiele dalam pembelajaran geometri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar Dan Teori Belajar
Teori belajar
atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah teori yang
berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap
mental peserta didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri
berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut seseorang. Menurut
pandangan modern menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan
mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut
dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari
tingkah laku sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat
dilihat ketika seseorang memberi respons yang baru pada situasi yang baru
(Gledler, 1986). Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang
berlangsung dalam mental seseorang, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di
mana perubahan tingkah laku tersebut bergantung kepada pengalaman seseorang.
Secara
psikologis,belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil
interksinya dengan lingkungan”.Definisi ini menyiratkan dua makna.Pertama,bahwa belajar merupakan suatu
usaha untuk mencapai tujuan tertentu,yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah
laku.Kedua,perubahan tingkah laku
yang terjadi harus secara sadar .Dengan demikian,seseorang dikatakan belajar
apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari bahwa dalam dirinya
terjadi suatu perubahan. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah,keterampilannya
meningkat,sikapnya semakin positif,dan sebagainya.
B. Lima Tahap Pemahaman Geometri
Dalam Teori Belajar Van Hiele
1.
Tahap
Pengenalan
Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri
seperti bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya.
Seandainya kita hadapkan dengan sejumlah bangun-bangun geornetri, anak dapat
memilih dan menunjukkan bentuk segitiga. Pada tahap pengenalan anak belum dapat
menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya sifat-sifat
dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya itu. Sehingga bila kita ajukan
pertanyaan seperti "apakah pada sebuah persegipanjang, sisi-sisi yang
berhadapan panjangnya sama?", "apakah pada suatu persegipanjang kedua
diagonalnya sama panjang?". Untuk hal ini, siswa tidak akan bisa
menjawabnya. Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan,
jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut,
karena anak akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian.
2.
Tahap
Analisis
Bila
pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun
geometri, tidak demikian pada tahap Analisis. Pada tahap ini anak sudah dapat
memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini anak sudah
mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya
ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Seandainya kita tanyakan apakah
kubus itu balok?, maka anak pada tahap ini belum bisa menjawab pertanyaan
tersebut karena anak pada tahap ini belum memahami hubungan antara balok dan
kubus. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait
antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
3.
Tahap
Pengurutan
Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap
geometri lebih meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun
geometri beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak sudah mampu
mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun
geometri lainnya. Anak yang berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan
bangun-bangun geometri. Misalnya, siswa sudah mengetahui jajargenjang itu
trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Pada
tahap ini anak sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara
deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik. Karena masih
pada tahap awal siswa masih belum mampu memberikan alasan yang rinci ketika
ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama, mengapa kedua diagonal
pada persegi saling tegak lurus.
4.
Tahap Deduksi
Pada tahap ini anak sudah dapat
memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan
kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif.
Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan,
membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Sebagai
contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah
360o secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian
secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang,
kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran
penuh atau 360° belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa
pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang
sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam mengukur sudut-sudut
jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang
tepat dalam pembuktian pada matematika.
Anak pada tahap ini telah mengerti
pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur
yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Anak pada tahap ini
belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada
tahap ini belum dapat menjawab pertanyaan “mengapa sesuatu itu disajikan
teorema atau dalil.”
5.
Tahap Keakuratan
Tahap terakhir
dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap
keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini
sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam
matematika kita tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap
keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini
memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau
hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun anak
tersebut sudah berada di tingkat SMA.
Selain mengemukakan mengenai
tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga
mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pembelajaran geometri. Teori yang
dikemukakan Van Hiele antara lain adalah sebagai berikut:
Tiga unsur yang utama pembelajaran
geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila
dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir
anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.
Bila dua orang
yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian saling
bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai contoh,
seorang anak tidak mengerti mengapa gurunya membuktikan bahwa jumlah
sudut-sudut dalam sebuah jajargenjang adalah 360o, misalnya anak itu berada
pada tahap pengurutan ke bawah. Menurut anak pada tahap yang disebutkan,
pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas bahwa jumlah sudut-sudutnya adalah
360°. Contoh yang lain, seorang anak yang berada paling tinggi pada tahap kedua
atau tahap analisis, tidak mengerti apa yang dijelaskan gurunya bahwa kubus itu
adalah balok, belah ketupat itu layang-layang. Gurunya pun sering tidak
mengerti mengapa anak yang diberi penjelasan tersebut tidak memahaminya.
Menurut Van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak
mungkin dapat mengerti atau memahami
materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun
anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui
hafalan saja bukan melalui pengertian.
Untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan
pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat
memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk
meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap
sebelumnya.
C.Fase – Fase Pembelajaran Geometri Dalam
Teori Belajar Van Hiele
Menurut
teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran
geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut
tingkat-tingkat sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui
tingkat-tingkat sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti.
Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a)
Belajar adalah suatu proses yang
diskontinu, yaitu ada loncatan-loncatan dalam kurva belajar yang menyatakan
adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan berbeda secara kualitatif.
b)
Tingkat-tingkat itu berurutan dan
berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan baik pada suatu tingkat yang
lanjut dalam hirarki van Hiele, ia harus menguasai sebagian besar dari tingkat
yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat yang berikutnya
lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur atau kedewasaan
biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke tingkat yang lebih
rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan, tetapi seorang siswa
tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan berhasil mencapai
mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting dari tingkat
manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase
pembelajaran.
c)
Konsep-konsep yang secara implisit
dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara eksplisit pada tingkat
berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik dari sesuatu yang
intrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar, gambar-gambar sebenarnya
juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi seseorang yang berpikiran pada
tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu akan sifat – sifat itu.
d)
Setiap tingkat mempunyai bahasanya
sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri
yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi yang benar pada suatu
tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang lain. Misalnya pemikiran
tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang berpikir pada tingkat yang
berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu tidak dapat mengikuti yang
lain. (Van Hiele, 1959/1985/p:246). Struktur bahasa adalah suatu faktor yang
kritis dalam perpindahan tingkat-tingkat ini. (Clements, 1992).
Model Van Hiele tidak hanya memuat
tingkat-tingkat pemikiran geometrik. Menurut Van Hiele (dalam Ismail, 1998),
kenaikan dari tingat yang satu ke tingkat berikutnya tergantung sedikit pada
kedewasaan biologis atau perkembangannya, dan tergantung lebih banyak kepada
akibat pembelajarannya. Guru memegang peran penting dan istimewa untuk
memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi bimbingan mengenai pengharapan.
Walaupun demikian, teori Van Hiele
tidak mendukung model teori absorbsi tentang belajar mengajar. Van Hiele
menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru,
tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Lagi pula, anak-anak sendiri akan
menentukan kapan saatnya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun
demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh karena
itu, maka ditetapkan fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar
siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu.
Fase-fase pembelajaran tersebut adalah:
1) fase informasi
2) fase orientasi
3) fase eksplisitasi
4) fase orientasi bebas
5) fase integrasi
Setelah
selesai fase kelima ini, maka tingkat pemikiran yang baru tentang topik itu
dapat tercapai. Pada umumnya, hasil penelitian di Amerika Serikat dan negara
lainnya menetapkan bahwa tingkat-tingkat dari Van Hiele berguna untuk menggambarkan
perkembangan konsep geometrik siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi.
Fase 1.
Informasi
Pada awal
tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang
objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Dalam hal ini objek yang
dipelajari adalah sifat komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi
empat. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi.
Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengalaman awal yang
dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang
muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.
Fase 2:
Orientasi
Siswa menggali
topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan
guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur
yang memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun
segi empat. Alat atau pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat
mendatangkan respon khusus.
Fase 3:
Penjelasan
Berdasarkan
pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur
yang diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang
tepat dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung
sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.
Fase 4:
Orientasi Bebas
Siswa
menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak
langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended.
Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang
investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.
Fase 5:
Integrasi
Siswa meninjau
kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa
dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa
yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan
sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir
yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.
D. Imlementasi Teori Belajar Van Hiele Dalam
Pembelajaran Geometri
Kegiatan
belajar di sini dimaksudkan untuk meningkatkan tahap berpikir siswa dari 0
(visualisasi) ke tahap 1 (analitik).
Ciri-ciri dari tahap visualisasi adalah
sebagai berikut: Siswa mengidentifikasi, memberi nama, membandingkan, dan
mengoperasikan gambar-gambar geometri seperti: segitiga, sudut, dan perpotongan
garis berdasarkan penampakannya.
Sedangkan ciri-ciri tahap analitik
adalah: Siswa menganalisis bangun berdasarkan sifat-sifat dari komponen dan
hubungan antar komponen, menyusunsifat-sifat pada sebuah kelas bangun-bangun
secara nyata, dan menggunakan sifat-sifat tersebut untuk memecahkan persoalan.
Teori-teori yang dikemukakan oleh Van
Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-teori yang dikemukakan Piaget dan
Dienes, karena ia hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri saja. Meskipun
demikian sumbangan tidak sedikit dalam pembelajaran geometri. Berikut hal-hal
yang diambil manfaatnya dari teori yang dikemukakan. Guru dapat mengambil
manfaat dari tahap-tahap perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele.
Guru dapat mengetahui mengapa seorang anak tidak memahami bahwa kubus itu
merupakan balok karena anak tersebut tahap berpikirnya masih berada pada tahap
analisis ke bawah, anak belum masuk pada tahap pengurutan.
Supaya anak dapat memahami geometri
dengan pengertian, pembelajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap
berpikir anak. Jadi, jangan sekali-kali memberi pembelajaran materi yang
sebenarnya berada di atas tahap berpikirnya. Selain itu, hindarilah siswa untuk
menyesuaikan dirinya dengan tahap pembelajaran guru tetapi yang terjadi harus sebaliknya.
Agar topik-topik pada materi geometri
dapat dipahami dengan baik, anak dapat mempelajari topik-topik tersebut
berdasarkan urutan tingkat kesukarannya dimulai dari tingkat yang paling mudah
sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.
Pembelajaran yang Dilaksanakan pada Setiap Fase Pembelajaran
1.
Aktivitas yang dilaksanakan
pada fase 1 (Informasi)
a)
Dengan memakai gambar
bermacam-macam bangun segiempat, siswa diinstruksikan untuk memberi nama
masing-masing bangun.
b)
Guru mengenalkan kosa kata khusus,
seperti: simetri lipat, simetri putar, sisi berhadapan, sudut berhadapan, dan
sisi sejajar.
c)
Dengan metode tanya jawab, guru
menggali kemampuan awal siswa.
2.
Aktivitas yang dilaksanakan
pada fase 2 (Orientasiasi)
1.
Siswa disuruh membuat suatu model
bangun segiempat dari kertas.
a)
Dengan menggunakan model bangun
tersebut serta kertas berpetak siku-siku, siswa diinstruksikan untuk
menyelidiki:
(1) banyaknya sisi berhadapan yang sejajar
(2)
sudut suatu bangun siku-siku atau
tidak
b)
Dengan menggunakan suatu model
bangun, siswa diminta untuk melipat model bangun tersebut. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk menemukan sumbu simetri. Selanjutnya siswa diinstruksikan
untuk menyelidiki banyaknya sumbu simetri yang dimiliki oleh suatu bangun.
c)
Melipat model tersebut pada diagonalnya,
kemudian menempatkan yang satu di atas yang lain. Siswa diminta untuk
menyelidiki banyaknya pasangan sudut berhadapan yang besarnya sama.
d)
Memotong pojok yang berdekatan,
kemudian menempatkan salah satu sisi potongan pertama berimpit dengan salah satu
sisi potongan yang kedua. Siswa diminta untuk menyelidiki apakah sudut yang
berdekatan membentuk sudut lurus.
e)
Memotong semua pojoknya dan
menempatkan potongan-potongan tersebut sedemikian sehingga menutup bidang rata.
Selenjutnya siswa diminta untuk menyelidiki apakah keempat sudut itu membentuk
sudut putaran.
(1)
Siswa diinstruksikan untuk
mengukur panjang sisi-sisi suatu segiempat, apakah ada sisi yang sama panjang?
(2)
Siswa diinstruksikan untuk
mengukur diagonal suatu segi empat, apakah diagonalnya sama panjang?
2.
Aktivitas yang dilaksanakan
pada fase 3 (Penjelasan)
Siswa diberi bemacam-macam potongan segiempat. Mereka diminta untuk
mengelompokkan segiempat berdasarkan sifat-sifat tertentu, seperti:
1)
segiempat yang mempunyai sisi
sejajar
2)
segiempat yang mempunyai
sudut-sudut siku-siku
3)
segiempat yang mempunyai sisi-sisi
sama panjang
3.
Aktivitas yang dilaksanakan
pada fase 4 (Orientasi Bebas)
Dengan menggunakan potongan segitiga, siswa diminta untuk membentuk
segiempat, dan menyebutkan nama segiempat yang telah terbentuk.
4.
Aktivitas yang dilaksanakan
pada fase 5 (Integrasi)
Siswa dibimbing untuk menyimpulkan sifat-sifat segiempat tertentu,
seperti:
a)
sifat persegi adalah: ....
b)
sifat persegipanjang adalah ....
c)
sifat belahketupat adalah ....
d)
sifat jajargenjang adalah ....
e)
sifat layang-layang adalah ....
f)
sifat trapesium adalah ....
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teori
belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah teori
yang berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi
terhadap mental peserta didik.
2.
Lima tahap pemahaman
geometri dalam teori belajar Van Hiele :
a)
Tahap pengenalan
b)
Tahap analisis
c)
Tahap Pengurutan
d) Tahap deduksi
e) Tahap keakuratan
3. Fase – fase pembelajaran geometri dalam
teori belajar Van Hiele :
a)
fase informasi
b)
fase orientasi
c)
fase eksplisitasi
d)
fase orientasi bebas
e)
fase integrasi
4. Imlementasi teori belajar Van Hiele dalam
pembelajaran geometri :
a) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 1
(Informasi)
b) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 2
(Orientasiasi)
c) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 3
(Penjelasan)
d) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 4
(Orientasi Bebas)
e) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5
(Integrasi)
B. Saran
Sebagai
calon guru kita harus mengetahui tentang teori belajar khususnya dalam
pembelajaran matematika , sehingga kita mampu merancang pembelajaran yang
sesuai dengan materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan
teori belajar yang dirujuk.
Dalam penyusunan makalah ini
tentunya jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan keterbatasan pengalaman,
kemampuan dan pengetahuan yang ada pada diri penulis. Oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan dan kelengkapan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar