Senin, 15 April 2013

Teori Belajar Van Hiele


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh ahli pendidikan.Salah satu ahli pendidikan yang mengembangkan teori belajar matematika adalah Van Hiele.Van Hiele bersama istrinya Dina van Hiele-Geldof mengembangkan teori belajar matematika yang disebut teori belajar Van Hiele.
Dalam teori yang mereka kemukakan mereka berpendapat bahwa dalam mempelajari geometri para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir melalui tahap-tahap tertentu.
Van Hiele melihat pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain, namun bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah. Banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam memahami materi geometri. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar geometri tersebut, Van Hiele mengembangkan suatu teori belajar matematika yang dapat meningkatkan kualitas berpikir siswa dalam belajar geometri.
B.     Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian teori belajar ?
2.      Bagaimana tahap pemahaman geometri dalam teori belajar Van Hiele ?
3.      Bagaimana fase – fase pembelajaran geometri menurut teori belajar Van Hiele ?
4.      Bagaimana implemenentasi teori belajar Van Hiele dalam pembelajaran geometri?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian teori belajar.
2.      Mengetahui tahap pemahaman geometri dalam teori belajar Van Hiele.
3.      Mengetahui fase – fase pembelajaran geometri menurut teori belajar Van Hiele.
4.      Mengetahui implementasi teori belajar Van Hiele dalam pembelajaran geometri.












BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Belajar Dan Teori Belajar
Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah teori yang berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut seseorang. Menurut pandangan modern menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat ketika seseorang memberi respons yang baru pada situasi yang baru (Gledler, 1986). Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di mana perubahan tingkah laku tersebut bergantung kepada pengalaman seseorang.
Secara psikologis,belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interksinya dengan lingkungan”.Definisi ini menyiratkan dua makna.Pertama,bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu,yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku.Kedua,perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar .Dengan demikian,seseorang dikatakan belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari bahwa dalam dirinya terjadi suatu perubahan. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah,keterampilannya meningkat,sikapnya semakin positif,dan sebagainya.
B. Lima Tahap Pemahaman Geometri Dalam Teori Belajar Van Hiele
1.      Tahap Pengenalan
Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya kita hadapkan dengan sejumlah bangun-bangun geornetri, anak dapat memilih dan menunjukkan bentuk segitiga. Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya itu. Sehingga bila kita ajukan pertanyaan seperti "apakah pada sebuah persegipanjang, sisi-sisi yang berhadapan panjangnya sama?", "apakah pada suatu persegipanjang kedua diagonalnya sama panjang?". Untuk hal ini, siswa tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan, jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut, karena anak akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian.
2.      Tahap Analisis
Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, tidak demikian pada tahap Analisis. Pada tahap ini anak sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini anak sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Seandainya kita tanyakan apakah kubus itu balok?, maka anak pada tahap ini belum bisa menjawab pertanyaan tersebut karena anak pada tahap ini belum memahami hubungan antara balok dan kubus. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
3.      Tahap Pengurutan
Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Anak yang berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya, siswa sudah mengetahui jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik. Karena masih pada tahap awal siswa masih belum mampu memberikan alasan yang rinci ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama, mengapa kedua diagonal pada persegi saling tegak lurus.
4.      Tahap Deduksi
Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360o secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam mengukur sudut-sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika.
Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat menjawab pertanyaan “mengapa sesuatu itu disajikan teorema atau dalil.”
5.      Tahap Keakuratan

Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun anak tersebut sudah berada di tingkat SMA.
Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pembelajaran geometri. Teori yang dikemukakan Van Hiele antara lain adalah sebagai berikut:
Tiga unsur yang utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.
Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai contoh, seorang anak tidak mengerti mengapa gurunya membuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam sebuah jajargenjang adalah 360o, misalnya anak itu berada pada tahap pengurutan ke bawah. Menurut anak pada tahap yang disebutkan, pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas bahwa jumlah sudut-sudutnya adalah 360°. Contoh yang lain, seorang anak yang berada paling tinggi pada tahap kedua atau tahap analisis, tidak mengerti apa yang dijelaskan gurunya bahwa kubus itu adalah balok, belah ketupat itu layang-layang. Gurunya pun sering tidak mengerti mengapa anak yang diberi penjelasan tersebut tidak memahaminya. Menurut Van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian.
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.
C.Fase – Fase Pembelajaran Geometri Dalam Teori Belajar Van Hiele
 Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut tingkat-tingkat sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti. Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a)    Belajar adalah suatu proses yang diskontinu, yaitu ada loncatan-loncatan dalam kurva belajar yang menyatakan adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan berbeda secara kualitatif.
b)   Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan baik pada suatu tingkat yang lanjut dalam hirarki van Hiele, ia harus menguasai sebagian besar dari tingkat yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat yang berikutnya lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur atau kedewasaan biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke tingkat yang lebih rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan, tetapi seorang siswa tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan berhasil mencapai mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting dari tingkat manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase pembelajaran.
c)    Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara eksplisit pada tingkat berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik dari sesuatu yang intrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar, gambar-gambar sebenarnya juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi seseorang yang berpikiran pada tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu akan sifat – sifat itu.
d)   Setiap tingkat mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi yang benar pada suatu tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang lain. Misalnya pemikiran tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang berpikir pada tingkat yang berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu tidak dapat mengikuti yang lain. (Van Hiele, 1959/1985/p:246). Struktur bahasa adalah suatu faktor yang kritis dalam perpindahan tingkat-tingkat ini. (Clements, 1992).
Model Van Hiele tidak hanya memuat tingkat-tingkat pemikiran geometrik. Menurut Van Hiele (dalam Ismail, 1998), kenaikan dari tingat yang satu ke tingkat berikutnya tergantung sedikit pada kedewasaan biologis atau perkembangannya, dan tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Guru memegang peran penting dan istimewa untuk memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi bimbingan mengenai pengharapan.
Walaupun demikian, teori Van Hiele tidak mendukung model teori absorbsi tentang belajar mengajar. Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Lagi pula, anak-anak sendiri akan menentukan kapan saatnya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh karena itu, maka ditetapkan fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu.
Fase-fase pembelajaran tersebut adalah:
1)      fase informasi
2)      fase orientasi
3)      fase eksplisitasi
4)      fase orientasi bebas
5)      fase integrasi
Setelah selesai fase kelima ini, maka tingkat pemikiran yang baru tentang topik itu dapat tercapai. Pada umumnya, hasil penelitian di Amerika Serikat dan negara lainnya menetapkan bahwa tingkat-tingkat dari Van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi.
Fase 1. Informasi
Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Dalam hal ini objek yang dipelajari adalah sifat komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi empat. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.
Fase 2: Orientasi
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segi empat. Alat atau pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.
Fase 3: Penjelasan
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.
Fase 4: Orientasi Bebas
Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.
Fase 5: Integrasi
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.
D.     Imlementasi Teori Belajar Van Hiele Dalam Pembelajaran Geometri
Kegiatan belajar di sini dimaksudkan untuk meningkatkan tahap berpikir siswa dari 0 (visualisasi) ke tahap 1 (analitik).
Ciri-ciri dari tahap visualisasi adalah sebagai berikut: Siswa mengidentifikasi, memberi nama, membandingkan, dan mengoperasikan gambar-gambar geometri seperti: segitiga, sudut, dan perpotongan garis berdasarkan penampakannya.
Sedangkan ciri-ciri tahap analitik adalah: Siswa menganalisis bangun berdasarkan sifat-sifat dari komponen dan hubungan antar komponen, menyusunsifat-sifat pada sebuah kelas bangun-bangun secara nyata, dan menggunakan sifat-sifat tersebut untuk memecahkan persoalan.
Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-teori yang dikemukakan Piaget dan Dienes, karena ia hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri saja. Meskipun demikian sumbangan tidak sedikit dalam pembelajaran geometri. Berikut hal-hal yang diambil manfaatnya dari teori yang dikemukakan. Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele. Guru dapat mengetahui mengapa seorang anak tidak memahami bahwa kubus itu merupakan balok karena anak tersebut tahap berpikirnya masih berada pada tahap analisis ke bawah, anak belum masuk pada tahap pengurutan.
Supaya anak dapat memahami geometri dengan pengertian, pembelajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap berpikir anak. Jadi, jangan sekali-kali memberi pembelajaran materi yang sebenarnya berada di atas tahap berpikirnya. Selain itu, hindarilah siswa untuk menyesuaikan dirinya dengan tahap pembelajaran guru tetapi yang terjadi harus sebaliknya.
Agar topik-topik pada materi geometri dapat dipahami dengan baik, anak dapat mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan tingkat kesukarannya dimulai dari tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.
Pembelajaran yang Dilaksanakan pada Setiap Fase Pembelajaran
1.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 1 (Informasi)
a)      Dengan memakai gambar bermacam-macam bangun segiempat, siswa diinstruksikan untuk memberi nama masing-masing bangun.
b)      Guru mengenalkan kosa kata khusus, seperti: simetri lipat, simetri putar, sisi berhadapan, sudut berhadapan, dan sisi sejajar.
c)      Dengan metode tanya jawab, guru menggali kemampuan awal siswa.
2.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 2 (Orientasiasi)
1.      Siswa disuruh membuat suatu model bangun segiempat dari kertas.
a)      Dengan menggunakan model bangun tersebut serta kertas berpetak siku-siku, siswa diinstruksikan untuk menyelidiki:
(1)   banyaknya sisi berhadapan yang sejajar
(2)   sudut suatu bangun siku-siku atau tidak
b)      Dengan menggunakan suatu model bangun, siswa diminta untuk melipat model bangun tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan sumbu simetri. Selanjutnya siswa diinstruksikan untuk menyelidiki banyaknya sumbu simetri yang dimiliki oleh suatu bangun.
c)      Melipat model tersebut pada diagonalnya, kemudian menempatkan yang satu di atas yang lain. Siswa diminta untuk menyelidiki banyaknya pasangan sudut berhadapan yang besarnya sama.
d)      Memotong pojok yang berdekatan, kemudian menempatkan salah satu sisi potongan pertama berimpit dengan salah satu sisi potongan yang kedua. Siswa diminta untuk menyelidiki apakah sudut yang berdekatan membentuk sudut lurus.
e)      Memotong semua pojoknya dan menempatkan potongan-potongan tersebut sedemikian sehingga menutup bidang rata. Selenjutnya siswa diminta untuk menyelidiki apakah keempat sudut itu membentuk sudut putaran.
(1)   Siswa diinstruksikan untuk mengukur panjang sisi-sisi suatu segiempat, apakah ada sisi yang sama panjang?
(2)   Siswa diinstruksikan untuk mengukur diagonal suatu segi empat, apakah diagonalnya sama panjang?

2.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 3 (Penjelasan)
Siswa diberi bemacam-macam potongan segiempat. Mereka diminta untuk mengelompokkan segiempat berdasarkan sifat-sifat tertentu, seperti:
1)      segiempat yang mempunyai sisi sejajar
2)      segiempat yang mempunyai sudut-sudut siku-siku
3)      segiempat yang mempunyai sisi-sisi sama panjang
3.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 4 (Orientasi Bebas)
Dengan menggunakan potongan segitiga, siswa diminta untuk membentuk segiempat, dan menyebutkan nama segiempat yang telah terbentuk.
4.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5 (Integrasi)
Siswa dibimbing untuk menyimpulkan sifat-sifat segiempat tertentu, seperti:
a)      sifat persegi adalah: ....
b)      sifat persegipanjang adalah ....
c)      sifat belahketupat adalah ....
d)      sifat jajargenjang adalah ....
e)      sifat layang-layang adalah ....
f)       sifat trapesium adalah ....

















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah teori yang berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik.
2.      Lima tahap pemahaman geometri dalam teori belajar Van Hiele :
a)      Tahap pengenalan
b)      Tahap analisis
c)      Tahap Pengurutan
d)     Tahap deduksi
e)      Tahap keakuratan
3.      Fase – fase pembelajaran geometri dalam teori belajar Van Hiele :
a)      fase informasi
b)      fase orientasi
c)      fase eksplisitasi
d)     fase orientasi bebas
e)      fase integrasi
4.      Imlementasi teori belajar Van Hiele dalam pembelajaran geometri :
a)  Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 1 (Informasi)
b)  Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 2 (Orientasiasi)
c)  Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 3 (Penjelasan)
d)  Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 4 (Orientasi Bebas)
e)  Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5 (Integrasi)




B.     Saran
     Sebagai calon guru kita harus mengetahui  tentang teori belajar khususnya dalam pembelajaran matematika , sehingga kita mampu merancang pembelajaran yang sesuai dengan materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar yang dirujuk.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan keterbatasan pengalaman, kemampuan dan pengetahuan yang ada pada diri penulis. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan dan kelengkapan makalah ini.

















DAFTAR PUSTAKA
















Tidak ada komentar: