Pemilihan Materi Pembelajaran Apresiasi Sastra
A.
Pembelajaran
Apresiasi Sastra
Ada beberapa prinsip
dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra. Prinsip-prinsip tersebut
adalah (1) Pembelajaran sastra berfungsi untuk meningkatkan kepekaan rasa pada
budaya bangsa. (2) Pembelajaran sastra memberikan kepuasan batin dan pengayaan
daya estetis melalui bahasa. (3) Pembelajaran apresiasi sastra bukan pelajaran
sejarah, aliran, dan teori sastra. (4) Pembelajaran apresiasi sastra adalah
pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan di dalam karya yang dapat
dikaitkan dengan nilai kemanusiaan di dalam dunia nyata.
Adapun tujuan
pembelajaran sastra dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: (1) dilihat secara
umum, dan (2) dilihat dari kurikulum yang digunakan di sekolah. Secara umum,
tujuan pembelajaran sastra adalah agar siswa: (a) memperoleh pengalaman bersastra,
dan (b) memperoleh pengetahuan sastra.
Tujuan yang kedua
dalam pembelajaran sastra secara khusus dapat dilihat dari kurikulum yang
digunakan di sekolah. Pembelajaran sastra dalam kurikulum dikaitkan dengan
kecakapan hidup siswa terhadap aspek-aspek kerumahtanggaan, kecakapan
memecahkan masalah, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, kecakapan
berkomunikasi, pemilikan kesadaran pribadi dan rasa percaya diri, kemampuan
menghindari stres, kemampuan membuat keputusan, kecakapan menjalin hubungan
antarpribadi, pemahaman terhadap berbagai jenis pekerjaan, dan kecakapan
vokasional serta pemilikan sikap positif terhadap kerja perlu dipupuk dan
dikembangkan secara terpadu dan berkelanjutan, serta dinilai.
Untuk
mengantisipasi kelemahan dalam pelaksanaan pembelajaran sastra dan bahasa pada
umumnya diberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan guru. Rambu-rambu
tersebut adalah sebagai berikut. (1) Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi
karya sastra berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan penalaran, dan
daya khayal, serta kepekaan terhadap budaya masyarakat, dan lingkungan hidup.
(2) Perbandingan bobot pembelajaran bahasa dan
sastra harus seimbang dan dapat disajikan secara terpadu. Misalnya, wacana
sastra dapat digunakan sekaligus sebagai bahan pembelajaran bahasa. (3) Bahan
pembelajaran pemahaman adalah mendengarkan dan membaca yang berlingkup pada
pengembangan kemampuan menyerap gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan,
serta mengapresiasikan karya sastra Indonesia, sastra daerah, dan sastra asing
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia baik dalam bentuk puisi,
prosa, maupun drama, termasuk cerita rakyat. (4) Bahan pembelajaran penggunaan
adalah berbicara dan menulis yang berlingkup pada pengembangan kemampuan
pengungkapan gagasan, pendapat, dan perasaan. (5) Sumber belajar siswa dapat
berupa buku-buku yang diwajibkan, media cetak, media elektronika, lingkungan,
narasumber, pengalaman dan minat anak, serta hasil karya siswa.
Untuk mencapai
tujuan pembelajaran sastra, materi sastra yang akan digunakan dalam
pembelajaran sastra tentulah materi yang dipilih guru dan sesuai dengan
kriteria yang layak untuk anak didik. Kriteria karya sastra yang layak digunakan
guru adalah karya yang dipilih berdasarkan atas berbagai pertimbangan baik segi
bahasa maupun segi kejiwaan.
Pertimbangan segi
bahasa berdasarkan atas keterbacaan bahan ajar bagi siswa. Karya sastra yang
akan diajarkan dapat dipahami siswa karena bahan tersebut memiliki tingkat
keterbacaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka sehingga karya tersebut
dapat dipahami.
Bahan pembelajaran
sastra harus sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa. Moddy
(1974:17) mengemukakan tahap perkembangan anak dalam menggeluti karya
sastra sebagai berikut. (a) Tahap
autistik (the austistic stage) (b)
Tahap romantis (the romantic stage) (c)
Tahap realistis (the realistic stage) (d) Tahap generalisasi (the generalizing stage).
Siswa yang
termasuk dalam tahap usia autistik dan romantis, Mereka masih sulit berpikir
secara realistis dan belum mampu menggeneralisasikan permasalahan yang
dihadapinya. Mereka masih kurang mampu berpikir secara abstrak, dan masih sulit
menentukan sebab akibat dari suatu gejala. Aspek pedagogis dalam pemilihan materi sastra sangat diperlukan. Aspek ini
dapat dilihat dari segi moral yang dibicarakan dalam karya sastra, sikap, budi
pekerti, perilaku yang positif, dan mengarah kepada pembentukan kepribadian
siswa yang positif.
B.
Pembelajaran Apresiasi Prosa
Pembelajaran prosa yang ditawarkan antara lain
sebagai berikut. (1) Membaca cerita pendek atau novel dan mendiskusikan cara
penyampaian pesan atau amanat yang terdapat dalam karya sastra tersebut. (2)
Membahas konflik yang terdapat dalam cerita pendek atau novel/ roman.
Kegiatan awal yang
dilakukan guru adalah mempersiapkan cerpen atau novel yang akan digunakan
sebagai bahan pembelajaran apresiasi prosa. Pada kegiatan tersebut guru
menandai bagian mana yang akan didiskusikan dengan siswanya, apakah alur, tema,
tokoh, sudut pandang, atau amanat dalam prosa tersebut. Selain itu guru harus
memperhitungkan waktu yang tersedia dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Hal
lain yang penting adalah adanya gagasan pokok yang akan disampaikan kepada
siswa yang merupakan acuan ke arah pembentukan moral mereka. Gagasan pokok
tersebut ibarat niat guru dalam membelajarkan siswa di dalam pembentukan moral,
pembentukan kepribadian siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran sastra di dalam
kurikulum.
Selain persiapan
guru, persiapan siswa juga diperlukan. Mengingat membaca cerpen memerlukan
waktu yang cukup lama, diperlukan dulu membaca di luar jam tatap muka di kelas
(misalnya dengan tugas membaca di rumah). Pada waktu membaca, siswa ditugasi
memberi tanda pada bagian-bagian yang perlu dipertanyakan, atau memberi tanda
bagian yang menarik perhatiannya di dalam cerpen yang dibacanya.
Setelah guru dan
siswa mempunyai kesiapan untuk pembelajaran cerpen, di kelas berlangsung
kegiatan diskusi tentang cerpen tersebut. Hal ini tentunya guru sudah
mempersiapkan rambu-rambu dalam kegiatan diskusi tersebut.
C.
Pembelajaran Apresiasi Puisi
Pembelajaran
apresiasi puisi dapat dilakukan dengan memadukannya dengan empat aspek
keterampilan berbahasa, yakni: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Dalam pembelajaran apresiasi sastra; baik prosa, puisi, maupun drama; siswa
tidak hanya sekadar sebagai penikmat hasil sastra (pembaca atau pendengar)
saja, namun siswa juga dituntut untuk kreatif menulis.
Pembelajaran yang
berkaitan dengan tujuan tersebut dapat dilakukan dengan cara: membaca,
mendeklamasikan, menciptakan puisi, dan mendiskusikan tema, keindahan bahasa,
serta hal-hal yang menarik dari puisi tersebut. Kegiatan yang dilakukan siswa antara lain berikut ini.
Puisi yang
telah disiapkan guru (dapat juga yang telah ditulis oleh siswa) dibaca oleh
siswa atau dideklamasikan siswa. Setelah siswa membaca/mendeklamasikan puisi,
tentu siswa memperoleh pengalaman tentang isi, bahasa dan gaya bahasa yang digunakan,
dan sebagainya.
Puisi yang
telah dibaca didiskusikan dari berbagai segi yang menarik untuk didiskusikan.
Misalnya: wujudnya, sudut penuturan, pokok yang diungkapkan, sudut pandang,
perasaan yang terlibat di dalamnya, amanat, tema, dan sebagainya. Tentang wujud puisi, dibahas antara lain bait, larik, dan
sajak. Tentang sudut penuturan, misalnya dibahas siapa yang bertutur dan kepada
siapa dia bertutur, serta bagaimana nada penuturannya. Tentang pokok yang
diungkapkan, dibahas hal-hal apa yang dikisahkan, digambarkan, atau
didialogkan. Tentang perasaan, dibicarakan tentang perasaan yang terlibat di
dalamnya, misalnya sedih, gembira, rindu, benci, dan tertekan. Tentang amanat,
dibicarakan tentang apa yang ingin dibicarakan penyair melalui puisi tersebut,
juga apakah amanat dalam puisi tersebut tersirat ataukah tersurat.
Setelah dilakukan
pembahasan, puisi tersebut dibaca lagi, dinikmati lagi secara utuh. Dengan
demikian diharapkan pemahaman yang lebih tinggi lagi serta pemahaman yang lebih
jelas tentang puisi yang akan dibaca. Hasil pembahasan
puisi itu dihubungkan pula dengan kehidupan masing-masing siswa, sehingga puisi
menjadi lebih bermakna dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Demikian
kemungkinan penyajian bahan pengajaran puisi di sekolah. Untuk pencapaian
penulisan kreatif, dapat juga dilakukan kegiatan menulis puisi yang sesuai
dengan tema yang ditentukan atau dipilih siswa. Untuk menulis puisi bukanlah
pekerjaan yang mudah, tetapi perlu motivasi yang tinggi oleh guru untuk
membangkitkan semangat menulis puisi. Puisi yang mereka tulis dapat dipajang di
majalah dinding atau majalah sekolah.
Kebermaknaan
sebuah puisi dapat dilakukan dengan memadukan bidang seni lainnya. Misalnya,
teknik yang dapat dilakukan guru di sekolah adalah musikalisasi puisi, yaitu
perpaduan antara seni musik dan seni sastra di kalangan siswa.
Untuk musikalisasi
puisi ini diperlukan alat-alat musik yang dikuasai siswa. Keterpaduan lain yang
dapat dilakukan adalah keterpaduan antara seni lukis dengan puisi. Sebuah
lukisan bunga, misalnya, dapat ditulis dengan sebuah puisi yang berkaitan
dengan bunga tersebut sehingga ekspresi kedua bidang seni lebih terasa.
D.
Pembelajaran Apresiasi Drama
Drama adalah salah
satu genre sastra yang berada pada dua dunia seni, yaitu seni sastra dan
seni pertunjukan atau teater. Orang yang melihat drama sebagai seni sastra
menunjukkan perhatiannya pada seni tulis teks drama yang dinamakan juga dengan
seni lakon yang teknik penulisannya berbeda dengan teknik penulisan puisi atau
prosa. Orang yang menganggap drama sebagai seni pertunjukan (teater) fokus
perhatiannya ditujukan pada pertunjukannya atau pementasannya, tidak semata
pada teksnya saja. Teks sastra menurut pandangan mereka hanyalah bagian dari
seni pertunjukan yang harus berpadu dengan unsur lainnya, yaitu gerak, suara,
bunyi, musik, dan rupa. Bahkan sumber ekspresi seni pertunjukan tidak hanya
teks drama melainkan juga teks-teks lainnya di luar unsur sastra, seperti teks
pidato, pledoi, dan penyidikan, berita di media massa, esai, dan lain-lain.
Akan tetapi, baik
drama sebagai karya sastra maupun sebagai bagian dari kelengkapan teater, teks
drama selalu mengarah pada pementasan. Hal inilah yang membedakan genre sastra
drama dengan genre sastra puisi maupun prosa fiksi. Arah terhadap pementasan
itu menyebabkan drama identik dengan pementasan.
Berdasarkan
pembelajaran yang ditawarkan, guru dapat merancang pembelajaran drama yang
mengajak siswa beraktivitas dengan kegiatan drama. Misalnya, guru akan
melaksanakan pembelajaran menulis pengalaman yang manarik dalam bentuk drama.
Untuk menulis naskah drama, tentunya diperlukan pemahaman tentang unsur-unsur
yang terdapat di dalam teks drama.
Sebagai sebuah
teks sastra, drama merupakan suatu genre sastra yang mempunyai konvensi
(kaidah) yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama, yang berhubungan dengan kaidah bentuk. Kedua, yang berhubungan dengan
kaidah stilistika.
Di sisi lain, Remy Silado mengemukakan, dalam
memahami teks drama terdapat empat kualifikasi yang perlu diperhatikan. Keempat
kualifikasi tersebut adalah: (1) isi dramatik, (2) bahasa dramatik, (3) bentuk
dramatik, dan (4) struktur dramatik.
Gaya ekspresi
adalah visi dan pandangan penulis yang penuangannya sesuai dengan paham atau
aliran yang dianut pengarang. Apakah realisme, ekspresionisme,
eksistensialisme, atau absurdisme. Plot literer adalah plot yang terdapat dalam
teks drama.
Berdasarkan
atas pandangan tentang struktur drama, siswa dapat mengembangkan pengalamannya
yang menarik untuk dituliskan menjadi sebuah teks drama. Mereka bebas memilih
tokoh yang akan dituangkan dalam dialognya. Demikian juga dengan latar yang
dikehendakinya. Kebebasan berekspresi dalam drama akan dapat membangkitkan
aktualisasi diri mereka