Kamis, 18 April 2013

Paradigma Penelitian Kualitatif


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mahasiswa tidak pernah terlepas dari yang namanya penelitian. Jika ingin melakukan penelitian, mahasiswa umumnya menggunakan metode kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dipakai dalam ilmu ekonomi dan eksakta. Penggunan matematika, statistika dan ekonometrika merupakan suatu pilihan yang paling utama dalam melakukan analisis terhadap masalah yang muncul.
Karena terdapat anggapan tidaklah ilmiah suatu disiplin ilmu kalau tidak memakai pendekatan kuantitatif, maka tidaklah mengherankan kalau ilmu ekonomi mendapatkan julukan sebagai rajanya ilmu-ilmu sosial.
Pendekatan kuantitatif yang dipakai dalam ilmu ekonomi seperti layaknya ilmu eksakta  tidak terlepas dari paradigma positivisme. Keyakinan dasar dari paradigma positivisme berakar pada paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas berada (exist) dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural law). Penelitian berupaya mengungkapkan kebenaran relitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan
Sekarang ini berkembang paradigma post-positivisme, teori kritis  bahkan konstruktivisme. Paradigma  post-positivisme muncul sebagai perbaikan terhadap pandangan positivisme , di mana metodologi pendekatan eksperimental melalui observasi dipandang tidak mencukupi, tetapi harus dilengkapi dengan triangulasi, yaitu penggunan beragam metode, sumber data, periset dan teori. Teori kritis dalam memandang suatu realitas  penuh dengan muatan ideologi tertentu, seperti neo-Marxisme, materialisme, feminisme dan paham lainnya. Paradigma konstruktivisme secara ontologis menyatakan realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan kepada pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik serta tergantung kepada pihak yang melakukannya. Atas dasar pandangan filosofis ini, hubungan epistemologis antara pengamat dan obyek merupakan satu kesatuan subyektif dan merupakan perpaduan interaksi diantara keduanya.
B.     Rumusan Masalah
1.       Apa pengertian penelitian kualitatif ?
2.       Apa pengertian paradigma ?
3.       Bagaimana paradigma penelitian kualitatif ?
4.       Bagaimana jenis – jenis paradigma dalam penelitian kualitatif ?
5.       Bagaimana perbedaan paradigma positivisme dan alamiah ?
6.       Bagaimana asumsi – asumsi dasar dalam paradigma alamiah ?
7.       Bagaimana perbandingan paradigma kualitatif dan kuantitatif ?






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Penelitian Kualitatif
Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati.
Sementara menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang – orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. (Hadi dan Haryono, 1998, 56)
Penelitian kualitatif adalah penelitian dimana peneliti dalam melakukan penelitiannya menggunakan teknik – teknik observasi, wawancara, atau interview, analisis isi, dan metode pengumpul data lainnya untuk menyajikan respons – respons dan perilaku subjek. (Setyosari, 2012, 40)
Penelitian kualitatif (Qualitative research) bertolak dari filsafat konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial (a shared social experience) yang diinterpretasikan oleh individu-individu. (Sukmadinata, 2001, 94)
B.     Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma menurut Patton (1978) dalam Tahir (2011:58) adalah:
A paradigm is a world view, a general perspective , a way of breaking down the  complexity of the real world. As such, paradigms are deeply embedded in the socialization of adherents and practitioners: paradigms tell them what is important, legitimate, and reasonable. Paradigms are also normative, telling the practitioner what to do without the necessity of long existential or epistemological consideration. But it is this aspect of paradigms that constitutes both their strength and their weakness-their strength in that it makes action possible, their weakness in that the very reason for action is hidden in the unquestioned assumptions of the paradigm.”

Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (1982), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan penelitian.
Deddy Mulyana (2003) dalam Tahir (2011: menyebut paradigma sebagai suatu ideologi dan praktik suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian, dan menggunakan metode serupa.
Jadi, paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan, dan sifat dasar bahan kajian. Dalam suatu paradigma terkandung sejumlah pendekatan. Dalam suatu pendekatan terkandung sejumlah metode. Dalam suatu metode terkandung sejumlah teknik. Sedangkan dalam suatu teknik terkandung sejumlah cara dan piranti.   
C.     Paradigma Penelitian Kualitatif
1.      Tujuan Penelitian kualitatif
2.      Karakteristik penelitian kualitatif

D.    Paradigma Positivisme Dan Alamiah (interpretif)
1.      Paradigma positivisme
Menurut Susman dan Evered (1978) dalam Emzir (2012:243 – 244), paradigma penelitian yang utama utama untuk beberapa abad yang telah lalu adalah paradigma positivisme. Paradigma ini didasarkan pada sejumlah prinsip, termasuk suatu kepercayaan di dalam kenyataan objektif, pengetahuan yang hanya diperoleh dari data yang dimengerti yang dapat secara langsung dialami dan dibuktikan di antara para pengamat yang mandiri. Gejala tunduk kepada hukum alam yang ditemukan manusia dalam suatu cara logis melalui pengujian empiris, menggunakan hipotetis induktif dan deduktif yang dihasilkan dari tubuh teori ilmiah. Metodenya menitikberatkan pada pengukuran kuantitatif, dengan hubungan antarvariabel biasanya ditunjukkan oleh cara matematis.
2.      Paradigma alamiah (interpretif)
Di atas pertengahan abad terakhir, suatu paradigma penelitian baru telah muncul dalam ilmu sosial unuk mengatasi keterbatasan yang dihadapi oleh paham positivisme. Dengan penekanannya pada hubungan yang secara sosial terjadi antara formasi konsep dan bahasa, itu dapat dikenal sebagai paradigma interpretif, yang berisi seperti pendekatan metodologis kualitatif, seperti fenomenologi, etnografi, dan hermeneutik, yang ditandai oleh kepercayaan di dalam kenyataan sosial yang dibangun berdasarkan subjektif, sesuatu yang dipengaruhi oleh kultur sejarah. Meskipun begitu, masih mempertahankan objektivitas peneliti yang ideal, dan peneliti sebagai kolektor pasif dan interpreter data ahli.(Emzir, 2012, 244)





Perbedaan paradigma positivisme dan alamiah dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
“  Tabel 1. Contrasting Positivism and Naturalist Axioms
Axioms About
Positivism Paradigm
Naturalist Paradigm
The nature of reality
Reality is single, tangible, and fragmentable
Realities are multiple, constructed, and holistic
The relationship of knower to the known
Knower and known are independent, a dualism
Knower and known are interactive, inseparable
The possibility of generalization
Time-and context-free generalizations (nomothetic statements) are possible
Only time-and context bound working hypotheses (ideo-raphic statements) are possible
The possibility of casual linkages
There are real causes, temporally precedent to or simultaneous with their effect
All entities are in a state of mutual simultaneous shaping, so that it is impossible to distinguish causes from effects
The role of values
Inquiry is value-free
Inquiry is value-bound”

Sumber : Lincoln dan Guba, (1985 dalam Tahir, 2011:59)
Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat perbedaan aksioma paradigma positivisme dan alamiah. Paradigma positivisme pada umumnya melahirkan metode penelitian kuantitatif, sedangkan paradigma alamiah melahirkan metode kualitatif. 
E.     Asumsi – Asumsi Dasar Dalam Paradigma Alamiah
Asumsi atau anggapan dasar adalah pandangan-pandangan mengenai suatu hal (bisa benda, ilmu pengetahuan, tujuan sebuah disiplin, dan sebagainya) yang tidak dipertanyakan lagi kebenarannya atau sudah diterima kebenarannya.Pandangan ini merupakan titik-tolak atau dasar bagi upaya memahami dan menjawab suatu persoalan,karena pandangan-pandangan tersebut dianggap benar atau diyakini kebenarannya.
Anggapan-anggapan ini bisa lahir dari
(a)  perenungan-perenungan filosofis dan reflektif
(b) penelitian-penelitian empiris yang canggih
 (c) pengamatan yang seksama.
Asumsi-asumsi dasar pada paradigma alamiah dapat dipahami hakikatnya, antara lain :


1)      Asumsi tentang kenyataan
“Fokus paradigma alamiah terketak pada kenyataan ganda yang dapat diumpamakan sebagai susunan lapisan kulit bawang, atau seperti sarang, tetapi yang saling membantu satu dengan lainnya. Setiap lapisan menyediakan perspektif kenyataan yang berbeda dan tidak ada lapisan yang dapat dianggap lebih benar daripada yang lainnya. Fenomena tidak dapat berkonvergensi ke dalam sustu bentuk saja, yaitu bentuk ‘kebenaran’, tetapi berdiverensi dalam berbagai bentuk, yaitu ‘kebenaran ganda’. Lapisan-lapisan itu tidak dapat diuraikan atau dipahami dari segi variable bebas dan terikat secara terpisah, tetapi terkait secara erat dan membentuk suatu pola ‘kebenaran’.Pola inilah yang perlu ditelaaah dengan lebih menekankan pada verstehen atau pengertian daripada untuk keperluan prediksi dan kontrol. Peneliti alamiah cenderung memandang secara lebih berdiverensi daripada konvergensi apabila peneliti makin terjun ke dalam kancah penelitian.
2)      Asumsi tentang peneliti dan subyek
Paradigma alamiah berasumsi bahwa fenomena bercirikan interaktivitas. Walaupun usaha penjajagan dapat mengurangi interaktivitas sampai ke tingkatan minimum, sejumlah besar kemungkinan akan tetap tersisa. Pendekatan yang baik memerlukan pengertian tentang kem ungkinan pengaruh terhadap interaktivitas, dan dengan demikian perlu memperhitungkannya.
3)      Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang ‘kebenaran’
Peneliti alamiah cenderung mengelak dari adanya generalisasi dan menyetujui thick description dan hipotesis kerja. Perbedaan dan bukan kesamaan, yang memberi ciri terhadap konteks yang berbeda. Jadi, jika seseorang mendeskripsikan atau menafsirkan suatu situasi dan ingin mengetahui serta ingin mencari tahu apakah hal itu berlaku pada situasi kedua, maka peneliti perlu memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang keduanya (yaitu thick description) guna menentukan apakah terdapat dasar yang cukup kuat untuk mengadakan pengalihan. Selanjutnya, fokus pencarian alamiah lebih memberi tekanan pada perbedaan yang lebih besar daripada persamaan. Perbedaaan yang kecil pun dirasakan jauh lebih penting daripada persamaan yang cukup besar. Dengan demikian paradigma alamiah mengacu kepada dasar pengetahuan idiografik, yaitu yang mengarah kepada pemahaman peristiwa atau kasus-kasus tertentu. Sedang di sisi lain, paradigma positivisme mengacu pada dasar pengetahuan nomotetik, yaitu yang mengacu kepada pengembangan hukum-hukum umum.”
Lincoln dan Guba (1985 dalam Tahir, 2011, 60)
F.      Perbandingan Paradigma Kualitatif Dan Kuantitatif
’’Secara lebih rinci perbandingan antara paradigma penenelitian kualitatif dan kuantitatif , dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Perbandingan paradigma kualitatif dan kualitatif

             Paradigma Kualitatif
       Paradidma Kuantitatif
Menganjurkan penggunaan metode kualitatif
Menganjurkan penggunaan metode kuantitatif
Fenomelogisme dan verstehen dikaitkan dengan pemahaman perilaku manusia dari frame of reference aktor itu sendiri
Logika positivisme:”Melihat fakta atau kasual fenomena sosial dengan sedikit melihat bagi pernyataan subyektif individu-individu”
Observasi tidak terkontrol dan naturalistik
Pengukuran terkontrol dan menonjol
Subyektif
Obyektif
Dekat dengan data:merupakan perspektif “insider”
Jauh dari data: data merupakan perspektif “outsider”
Grounded, orientasi diskoveri, eksplorasi, ekspansionis, deskriptif, dan induktif
Tidak grounded, orientasi verifikasi, konfirmatori, reduksionis, inferensial dan deduktif-hipotetik
Orientasi proses
Orientasi hasil
Valid: data “real, “rich, dan “deep”
Reliabel:data dapat direplikasi dan “hard
Tidak dapat digeneralisasi:studi kasus tunggal
Dapat digeneralisasi:studi multi kasus
Holistik
Partikularistik
Asumsi realitas dinamik
Asumsi realitis stabil’’
Fry (1981, dalam Tahir, 2011, 62)



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
2.      Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan, dan sifat dasar bahan kajian. Dalam suatu paradigma terkandung sejumlah pendekatan. Dalam suatu pendekatan terkandung sejumlah metode. Dalam suatu metode terkandung sejumlah teknik. Sedangkan dalam suatu teknik terkandung sejumlah cara dan piranti.      
3.      Paradigma penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola. Gejala-gejala sosial dan budaya dianalisis dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku, dan pola-pola yang ditemukan tadi dianalisis lagi dengan menggunakan teori yang objektif.
4.      Paradigma dalam penelitian kualitatif terdiri atas tiga, antara lain :
a)      Postpositivisme
b)      Konstruktivisme
c)      Teoti Kritis (Critical Theory)
5.      Perbedaan Paradigma Positivisme Dan Alamiah
Paradigma dalam penelitian kuantitatif adalah Positivisme, yaitu suatu keyakinan dasar yang berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas itu ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Sedangkan  Paradigma kualitatif menyatakan pendekatan konstruktif atau naturalistis, pendekatan interpretatif, atau sudut pandang postpositivist (postmodern).
6.      Asumsi – asumsi dasar dalam paradigma alamiah, antara lain :
a)      Asumsi tentang kenyataan
b)      Asumsi tentang peneliti dan subyek
c)      Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang ‘kebenaran’
d)     Perbandingan paradigma kualitatif dan kuantitatif
7.      Penelitian kuantitatif dan kualitatif memiliki perbedaan paradigma yang amat mendasar. Penelitian kuantitatif dibangun berlandaskan paradigma positivisme dari August Comte (1798-1857), sedangkan penelitian kualitatif dibangun berlandaskan paradigma fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1926).
B.     Saran
Sebagai mahasiswa, kita harus memahami paradigma penelitian kualitatif. Karena hal ini sangat berguna jika kita ingin melakukan suatu penelitian, terutama jika kita ingin melakukan penelitian dalam bidang ilmu sosial. Sebagaimana diketahui bahwa paradigma penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola. Gejala-gejala sosial dan budaya dianalisis dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku, dan pola-pola yang ditemukan tadi dianalisis lagi dengan menggunakan teori yang objektif.














DAFTAR PUSTAKA
Emzir.2011.Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif.Jakarta:Rajawali Pers.
Hadi.Haryono.1998.Metodologi Penelitian Pendidikan.Bandung:Pustaka Setia
Setyosari,Punaji.2012.Metode Penelitian Pendidikan.Jakarta:Kencana
Sukmadinata,Syaodih,Nana.2011.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:Rosda.
Tahir, Muh, 2011. Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan.Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.



Tidak ada komentar: