BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mahasiswa
tidak pernah terlepas dari yang namanya penelitian. Jika ingin melakukan
penelitian, mahasiswa umumnya menggunakan metode kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif dipakai dalam ilmu ekonomi dan eksakta. Penggunan matematika,
statistika dan ekonometrika merupakan suatu pilihan yang paling utama dalam
melakukan analisis terhadap masalah yang muncul.
Karena
terdapat anggapan tidaklah ilmiah suatu disiplin ilmu kalau tidak memakai
pendekatan kuantitatif, maka tidaklah mengherankan kalau ilmu ekonomi
mendapatkan julukan sebagai rajanya ilmu-ilmu sosial.
Pendekatan
kuantitatif yang dipakai dalam ilmu ekonomi seperti layaknya ilmu eksakta tidak terlepas dari paradigma positivisme.
Keyakinan dasar dari paradigma positivisme berakar pada paham ontologi realisme
yang menyatakan bahwa realitas berada (exist)
dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural law). Penelitian berupaya mengungkapkan kebenaran relitas
yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan
Sekarang
ini berkembang paradigma post-positivisme, teori kritis bahkan konstruktivisme. Paradigma post-positivisme muncul sebagai perbaikan
terhadap pandangan positivisme , di mana metodologi pendekatan eksperimental
melalui observasi dipandang tidak mencukupi, tetapi harus dilengkapi dengan
triangulasi, yaitu penggunan beragam metode, sumber data, periset dan teori.
Teori kritis dalam memandang suatu realitas
penuh dengan muatan ideologi tertentu, seperti neo-Marxisme,
materialisme, feminisme dan paham lainnya. Paradigma konstruktivisme secara
ontologis menyatakan realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental
yang didasarkan kepada pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik serta
tergantung kepada pihak yang melakukannya. Atas dasar pandangan filosofis ini,
hubungan epistemologis antara pengamat dan obyek merupakan satu kesatuan
subyektif dan merupakan perpaduan interaksi diantara keduanya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian penelitian kualitatif ?
2. Apa
pengertian paradigma ?
3. Bagaimana
paradigma penelitian kualitatif ?
4. Bagaimana
jenis – jenis paradigma dalam penelitian kualitatif ?
5. Bagaimana
perbedaan paradigma positivisme dan alamiah ?
6. Bagaimana
asumsi – asumsi dasar dalam paradigma alamiah ?
7. Bagaimana
perbandingan paradigma kualitatif dan kuantitatif ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penelitian Kualitatif
Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat
diamati.
Sementara menurut Kirk dan Miller,
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang – orang tersebut dalam
bahasanya dan dalam peristilahannya.
(Hadi
dan Haryono, 1998, 56)
Penelitian kualitatif adalah penelitian
dimana peneliti dalam melakukan penelitiannya menggunakan teknik – teknik
observasi, wawancara, atau interview, analisis isi, dan metode pengumpul data
lainnya untuk menyajikan respons – respons dan perilaku subjek. (Setyosari, 2012,
40)
Penelitian kualitatif (Qualitative research) bertolak
dari filsafat konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi
jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial (a shared social experience)
yang diinterpretasikan oleh individu-individu. (Sukmadinata, 2001, 94)
B.
Pengertian
Paradigma
Pengertian paradigma menurut Patton (1978) dalam
Tahir (2011:58) adalah:
“A
paradigm is a world view, a general perspective , a way of breaking down
the complexity of the real world. As
such, paradigms are deeply embedded in the socialization of adherents and
practitioners: paradigms tell them what is important, legitimate, and
reasonable. Paradigms are also normative, telling the practitioner what to do
without the necessity of long existential or epistemological consideration. But
it is this aspect of paradigms that constitutes both their strength and their
weakness-their strength in that it makes action possible, their weakness in
that the very reason for action is hidden in the unquestioned assumptions of
the paradigm.”
Paradigma
menurut Bogdan dan Biklen (1982), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi
yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan
penelitian.
Deddy
Mulyana (2003) dalam Tahir (2011: menyebut paradigma sebagai suatu ideologi dan
praktik suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas
realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas
penelitian, dan menggunakan metode serupa.
Jadi, paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok
persoalan, tujuan, dan sifat dasar bahan kajian. Dalam suatu paradigma
terkandung sejumlah pendekatan. Dalam suatu pendekatan terkandung sejumlah
metode. Dalam suatu metode terkandung sejumlah teknik. Sedangkan dalam suatu
teknik terkandung sejumlah cara dan piranti.
C.
Paradigma
Penelitian Kualitatif
1.
Tujuan Penelitian kualitatif
2.
Karakteristik penelitian kualitatif
D. Paradigma Positivisme
Dan Alamiah (interpretif)
1. Paradigma
positivisme
Menurut
Susman dan Evered (1978) dalam Emzir (2012:243 – 244), paradigma penelitian
yang utama utama untuk beberapa abad yang telah lalu adalah paradigma
positivisme. Paradigma ini didasarkan pada sejumlah prinsip, termasuk suatu
kepercayaan di dalam kenyataan objektif, pengetahuan yang hanya diperoleh dari
data yang dimengerti yang dapat secara langsung dialami dan dibuktikan di
antara para pengamat yang mandiri. Gejala tunduk kepada hukum alam yang
ditemukan manusia dalam suatu cara logis melalui pengujian empiris, menggunakan
hipotetis induktif dan deduktif yang dihasilkan dari tubuh teori ilmiah.
Metodenya menitikberatkan pada pengukuran kuantitatif, dengan hubungan
antarvariabel biasanya ditunjukkan oleh cara matematis.
2. Paradigma
alamiah (interpretif)
Di
atas pertengahan abad terakhir, suatu paradigma penelitian baru telah muncul
dalam ilmu sosial unuk mengatasi keterbatasan yang dihadapi oleh paham
positivisme. Dengan penekanannya pada hubungan yang secara sosial terjadi
antara formasi konsep dan bahasa, itu dapat dikenal sebagai paradigma
interpretif, yang berisi seperti pendekatan metodologis kualitatif, seperti
fenomenologi, etnografi, dan hermeneutik, yang ditandai oleh kepercayaan di
dalam kenyataan sosial yang dibangun berdasarkan subjektif, sesuatu yang dipengaruhi
oleh kultur sejarah. Meskipun begitu, masih mempertahankan objektivitas
peneliti yang ideal, dan peneliti sebagai kolektor pasif dan interpreter data
ahli.(Emzir, 2012, 244)
Perbedaan paradigma positivisme dan
alamiah dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
“ Tabel 1.
Contrasting Positivism and Naturalist Axioms
Axioms About
|
Positivism Paradigm
|
Naturalist Paradigm
|
The nature of reality
|
Reality is single, tangible, and fragmentable
|
Realities are multiple, constructed, and holistic
|
The relationship of knower to the known
|
Knower and known are independent, a dualism
|
Knower and known are interactive, inseparable
|
The possibility of generalization
|
Time-and context-free generalizations (nomothetic
statements) are possible
|
Only time-and context bound working hypotheses
(ideo-raphic statements) are possible
|
The possibility of casual linkages
|
There are real causes, temporally precedent to or
simultaneous with their effect
|
All entities are in a state of mutual simultaneous
shaping, so that it is impossible to distinguish causes from effects
|
The role of values
|
Inquiry is value-free
|
Inquiry is value-bound”
|
Sumber
: Lincoln dan Guba, (1985 dalam Tahir, 2011:59)
Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat
perbedaan aksioma paradigma positivisme dan alamiah. Paradigma positivisme pada
umumnya melahirkan metode penelitian kuantitatif, sedangkan paradigma alamiah
melahirkan metode kualitatif.
E. Asumsi – Asumsi Dasar
Dalam Paradigma Alamiah
Asumsi atau anggapan dasar adalah
pandangan-pandangan mengenai suatu hal (bisa benda, ilmu pengetahuan,
tujuan sebuah disiplin, dan sebagainya) yang tidak dipertanyakan lagi
kebenarannya atau sudah diterima kebenarannya.Pandangan ini merupakan
titik-tolak atau dasar bagi upaya memahami dan menjawab suatu persoalan,karena
pandangan-pandangan tersebut dianggap benar atau diyakini kebenarannya.
Anggapan-anggapan ini
bisa lahir dari
(a) perenungan-perenungan filosofis dan reflektif
(b)
penelitian-penelitian empiris yang canggih
(c) pengamatan yang seksama.
Asumsi-asumsi dasar pada paradigma alamiah
dapat dipahami hakikatnya, antara lain :
1)
Asumsi tentang kenyataan
“Fokus
paradigma alamiah terketak pada kenyataan ganda yang dapat diumpamakan sebagai
susunan lapisan kulit bawang, atau seperti sarang, tetapi yang saling membantu
satu dengan lainnya. Setiap lapisan menyediakan perspektif kenyataan yang
berbeda dan tidak ada lapisan yang dapat dianggap lebih benar daripada yang
lainnya. Fenomena tidak dapat berkonvergensi ke dalam sustu bentuk saja, yaitu
bentuk ‘kebenaran’, tetapi berdiverensi dalam berbagai bentuk, yaitu ‘kebenaran
ganda’. Lapisan-lapisan itu tidak dapat diuraikan atau dipahami dari segi
variable bebas dan terikat secara terpisah, tetapi terkait secara erat dan
membentuk suatu pola ‘kebenaran’.Pola inilah yang perlu ditelaaah dengan lebih
menekankan pada verstehen atau
pengertian daripada untuk keperluan prediksi dan kontrol. Peneliti alamiah
cenderung memandang secara lebih berdiverensi daripada konvergensi apabila
peneliti makin terjun ke dalam kancah penelitian.
2)
Asumsi tentang peneliti dan subyek
Paradigma
alamiah berasumsi bahwa fenomena bercirikan interaktivitas. Walaupun usaha
penjajagan dapat mengurangi interaktivitas sampai ke tingkatan minimum,
sejumlah besar kemungkinan akan tetap tersisa. Pendekatan yang baik memerlukan
pengertian tentang kem ungkinan pengaruh terhadap interaktivitas, dan dengan demikian
perlu memperhitungkannya.
3)
Asumsi tentang hakikat pernyataan
tentang ‘kebenaran’
Peneliti
alamiah cenderung mengelak dari adanya generalisasi dan menyetujui thick description dan hipotesis kerja.
Perbedaan dan bukan kesamaan, yang memberi ciri terhadap konteks yang berbeda.
Jadi, jika seseorang mendeskripsikan atau menafsirkan suatu situasi dan ingin
mengetahui serta ingin mencari tahu apakah hal itu berlaku pada situasi kedua,
maka peneliti perlu memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang keduanya
(yaitu thick description) guna menentukan apakah terdapat dasar yang cukup kuat
untuk mengadakan pengalihan. Selanjutnya, fokus pencarian alamiah lebih memberi
tekanan pada perbedaan yang lebih besar daripada persamaan. Perbedaaan yang
kecil pun dirasakan jauh lebih penting daripada persamaan yang cukup besar.
Dengan demikian paradigma alamiah mengacu kepada dasar pengetahuan idiografik, yaitu yang mengarah kepada
pemahaman peristiwa atau kasus-kasus tertentu. Sedang di sisi lain, paradigma
positivisme mengacu pada dasar pengetahuan
nomotetik, yaitu yang mengacu kepada pengembangan hukum-hukum umum.”
Lincoln dan Guba (1985 dalam Tahir, 2011, 60)
F. Perbandingan
Paradigma Kualitatif Dan Kuantitatif
’’Secara lebih rinci perbandingan antara
paradigma penenelitian kualitatif dan kuantitatif , dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Perbandingan paradigma kualitatif dan kualitatif
Paradigma Kualitatif
|
Paradidma Kuantitatif
|
Menganjurkan penggunaan metode kualitatif
|
Menganjurkan penggunaan metode kuantitatif
|
Fenomelogisme dan verstehen dikaitkan dengan pemahaman perilaku manusia dari frame of reference aktor itu sendiri
|
Logika positivisme:”Melihat fakta atau kasual
fenomena sosial dengan sedikit melihat bagi pernyataan subyektif
individu-individu”
|
Observasi tidak terkontrol dan naturalistik
|
Pengukuran terkontrol dan menonjol
|
Subyektif
|
Obyektif
|
Dekat dengan data:merupakan perspektif “insider”
|
Jauh dari data: data merupakan perspektif “outsider”
|
Grounded, orientasi
diskoveri, eksplorasi, ekspansionis, deskriptif, dan induktif
|
Tidak grounded,
orientasi verifikasi, konfirmatori, reduksionis, inferensial dan
deduktif-hipotetik
|
Orientasi proses
|
Orientasi hasil
|
Valid: data “real,
“rich, dan “deep”
|
Reliabel:data dapat direplikasi dan “hard”
|
Tidak dapat digeneralisasi:studi kasus tunggal
|
Dapat digeneralisasi:studi multi kasus
|
Holistik
|
Partikularistik
|
Asumsi realitas dinamik
|
Asumsi realitis stabil’’
|
Fry (1981, dalam
Tahir, 2011, 62)
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1.
Penelitian kualitatif
adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang
tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik
atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
2.
Paradigma adalah
pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan, dan sifat dasar bahan
kajian. Dalam suatu paradigma terkandung sejumlah pendekatan. Dalam suatu
pendekatan terkandung sejumlah metode. Dalam suatu metode terkandung sejumlah
teknik. Sedangkan dalam suatu teknik terkandung sejumlah cara dan piranti.
3.
Paradigma penelitian
kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip umum yang mendasari perwujudan
satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola.
Gejala-gejala sosial dan budaya dianalisis dengan menggunakan kebudayaan dari
masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang
berlaku, dan pola-pola yang ditemukan tadi dianalisis lagi dengan menggunakan
teori yang objektif.
4.
Paradigma dalam penelitian kualitatif
terdiri atas tiga, antara lain :
a)
Postpositivisme
b)
Konstruktivisme
c)
Teoti Kritis (Critical Theory)
5.
Perbedaan Paradigma
Positivisme Dan Alamiah
Paradigma
dalam penelitian kuantitatif adalah Positivisme, yaitu suatu keyakinan
dasar yang berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas
itu ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural
laws). Sedangkan Paradigma
kualitatif menyatakan pendekatan konstruktif atau naturalistis, pendekatan
interpretatif, atau sudut
pandang postpositivist (postmodern).
6.
Asumsi – asumsi dasar
dalam paradigma alamiah, antara lain :
a) Asumsi
tentang kenyataan
b) Asumsi
tentang peneliti dan subyek
c) Asumsi
tentang hakikat pernyataan tentang ‘kebenaran’
d) Perbandingan
paradigma kualitatif dan kuantitatif
7.
Penelitian
kuantitatif dan kualitatif memiliki perbedaan paradigma yang amat mendasar.
Penelitian kuantitatif dibangun berlandaskan paradigma positivisme dari August
Comte (1798-1857), sedangkan penelitian kualitatif dibangun berlandaskan paradigma
fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1926).
B.
Saran
Sebagai
mahasiswa, kita harus memahami paradigma penelitian kualitatif. Karena hal ini
sangat berguna jika kita ingin melakukan suatu penelitian, terutama jika kita
ingin melakukan penelitian dalam bidang ilmu sosial. Sebagaimana diketahui
bahwa paradigma penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip umum
yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan
manusia, atau pola-pola. Gejala-gejala sosial dan budaya dianalisis dengan
menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh
gambaran mengenai pola-pola yang berlaku, dan pola-pola yang ditemukan tadi
dianalisis lagi dengan menggunakan teori yang objektif.
DAFTAR PUSTAKA
Emzir.2011.Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif
dan Kualitatif.Jakarta:Rajawali Pers.
Hadi.Haryono.1998.Metodologi Penelitian Pendidikan.Bandung:Pustaka
Setia
Setyosari,Punaji.2012.Metode Penelitian Pendidikan.Jakarta:Kencana
Sukmadinata,Syaodih,Nana.2011.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:Rosda.
Tahir,
Muh, 2011. Pengantar Metodologi
Penelitian Pendidikan.Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar