Rabu, 30 Oktober 2013

Model Pembelajaran Artikulasi

        Model Pembelajaran Artikulasi

     Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya kepada siswa lain (pasangan kelompoknya).

Langkah-langkahnya:
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3.Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuk kelompok berpasangan dua orang
4.Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan meteri yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran.Begitu juga kelompok lainnya
5.Suruh siswa secara bergiliran / diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya.Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6.Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa

7. Kesimpulan / penutup

Model Pembelajaran Cooperative Script (skrip kooperatif)

        Model Pembelajaran Artikulasi

     Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya kepada siswa lain (pasangan kelompoknya).
Langkah-langkahnya:
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3.Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuk kelompok berpasangan dua orang
4.Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan meteri yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran.Begitu juga kelompok lainnya
5.Suruh siswa secara bergiliran / diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya.Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6.Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa

7. Kesimpulan / penutup

Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together )

      Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together )

  Model pembelajaran Numbered Heads Together adalah 

  suatu model pembelajaran yang mengedepankan kepada

 aktitas siswa dalam mencari, mengolah dan melaporkan 

  informasi dari berbagai sumber yang akhirnya di 

persentasikan  di depan kelas.

    Langkah-langkah :
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2.Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3.Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
4.Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
5.Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain

6 Kesimpulan

Model Pembelajaran Talking Stick

               Model Pembelajaran Talking Stick



    Model pembelajaran talking stick adalah suatu model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat,kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya,selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran menjawab pertanyaan dari guru.
Langkah-langkahnya :
1.      Guru menyiapkan sebuah tongkat
2.  Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
3.      Setelah membaca buku dan mempelajarinya, mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya
4.  Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya,demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
5.      Guru memberikan kesimpulan
6.      Evaluasi

7.      Penutup

Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share)

         Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share)


Model pembelajaran TPS merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik pembelajaran TPS yaitu siswa dibimbing secara mandiri, berpasangan dan saling berbagi untuk menyelesaikan masalah.
Langkah-langkah :
a.       Think (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan yang dikaitkan dengan pelajaran dan memberikan siswa waktu untuk berpikir sendiri.
b.      Pairing (berpasangan)
asil Guru meminta siswa berpasangan dan berdiskusi dengan teman sebangku untuk menyatukan jawaban yang mereka peroleh.
c.       Share (berbagi)
Tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
d.      Berawal dari langkah tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang diungkapkan siswa.
e.       Guru memberi kesimpulan

f.       Penutup

Model Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)


  Model Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)

Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, dan santun. Setelah selesai kerja kelompok  sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas. 

Langkah-langkah:
a.       Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan.
b.      Siapkan meja turnamen secukupnya dan untuk tiap meja diberi siswa yang berkemampuan setara. Meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya hingga meja terakhir ditempati oleh anggota yang levelnya paling rendah.
c.       Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen. Setiap siswa mengambil 1 kartu yang telah disiapkan di atas meja dan mengerjakannya dalam jangka waktu tertentu, siswa bias mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor untuk individu dan kelompok.
d.      Siswa pada tiap meja turnamen sesuai skor diberi gelar superior, very good, good dan medium.
e.       Bumping, pada turnamen kedua dan seterusnya dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi. Siswa superior bergabung pada meja yang sama begitupun dengan sebutan lainnya.
f.       Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan individual kemudian berikan penghargaan.

g.       Kesimpulan.

Model Pembelajaran Langsung/Direct Instruction

MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG

  • Model Pembelajaran Langsung sangat baik digunakan apabila tujuan pembelajaran yang ingin dicapai  berkenaan dengan pengetahuan procedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
  • tetapi harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa. Jadi lingkungannya harus diciptakan yang berorientasi Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang pada tugas-tugas yang diberikan pada siswa.
  • Ciri-ciri Model Pembelajaran Langsung :
    1. Adanya tujuan pembelajaran cukup rinci terutama pada analisis tugas. Pengajaran langsung berpusat pada guru, dan prosedur penilaian hasil belajar.
    2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
    3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pengajaran.
  • Fase-Fase Pembelajaran Langsung :

Fase
Uraian
Peran Guru
1
Menyampaikan Tujuan Pembelajaran dan mempersiapkan siswa
Menjelaskan Tujuan, Materi Prasyarat, memotivasi siswa, dan mempersiapkan siswa
2
Mendemonstrasikan Pengetahuan dan Keterampilan
Mendemonstrasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap
3
Membimbing Pelatihan
Guru memberi latihan terbimbing
4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik
5
Memberikan latihan dan penerapan konsep
Mempersiapkan latihan untuk siswa dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari.

Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Examples non Examples

Kelebihan:

1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Kelemahan:

1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama


Model Pembelajaran Example non Example

            Model Pembelajaran Example non  Example

Model pembelajaran example non example adalah model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai medianya. Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang akan dibahas.
Langkah-langkah :
a.       Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3-4 oang siswa.
b.      Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
c.       Guru menempelkan gambar di papan tulis
d.      Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan dan menganisa gambar.
e.       Melalui diskusi kelompok, hasil diskusi analisa gambar tersebut dicatat atau di tulis di lembar kerja siswa.
f.       Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
g.       Mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

h.      Kesimpulan

Pemilihan Materi Pembelajaran Apresiasi Sastra

Pemilihan Materi Pembelajaran Apresiasi Sastra


A.     Pembelajaran Apresiasi Sastra
Ada beberapa prinsip dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra. Prinsip-prinsip tersebut adalah (1) Pembelajaran sastra berfungsi untuk meningkatkan kepekaan rasa pada budaya bangsa. (2) Pembelajaran sastra memberikan kepuasan batin dan pengayaan daya estetis melalui bahasa. (3) Pembelajaran apresiasi sastra bukan pelajaran sejarah, aliran, dan teori sastra. (4) Pembelajaran apresiasi sastra adalah pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan di dalam karya yang dapat dikaitkan dengan nilai kemanusiaan di dalam dunia nyata.
Adapun tujuan pembelajaran sastra dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: (1) dilihat secara umum, dan (2) dilihat dari kurikulum yang digunakan di sekolah. Secara umum, tujuan pembelajaran sastra adalah agar siswa: (a) memperoleh pengalaman bersastra, dan (b) memperoleh pengetahuan sastra.
Tujuan yang kedua dalam pembelajaran sastra secara khusus dapat dilihat dari kurikulum yang digunakan di sekolah. Pembelajaran sastra dalam kurikulum dikaitkan dengan kecakapan hidup siswa terhadap aspek-aspek kerumahtanggaan, kecakapan memecahkan masalah, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, kecakapan berkomunikasi, pemilikan kesadaran pribadi dan rasa percaya diri, kemampuan menghindari stres, kemampuan membuat keputusan, kecakapan menjalin hubungan antarpribadi, pemahaman terhadap berbagai jenis pekerjaan, dan kecakapan vokasional serta pemilikan sikap positif terhadap kerja perlu dipupuk dan dikembangkan secara terpadu dan berkelanjutan, serta dinilai.
Untuk mengantisipasi kelemahan dalam pelaksanaan pembelajaran sastra dan bahasa pada umumnya diberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan guru. Rambu-rambu tersebut adalah sebagai berikut. (1) Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap budaya masyarakat, dan lingkungan hidup.
                                                                  
 (2) Perbandingan bobot pembelajaran bahasa dan sastra harus seimbang dan dapat disajikan secara terpadu. Misalnya, wacana sastra dapat digunakan sekaligus sebagai bahan pembelajaran bahasa. (3) Bahan pembelajaran pemahaman adalah mendengarkan dan membaca yang berlingkup pada pengembangan kemampuan menyerap gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan, serta mengapresiasikan karya sastra Indonesia, sastra daerah, dan sastra asing yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia baik dalam bentuk puisi, prosa, maupun drama, termasuk cerita rakyat. (4) Bahan pembelajaran penggunaan adalah berbicara dan menulis yang berlingkup pada pengembangan kemampuan pengungkapan gagasan, pendapat, dan perasaan. (5) Sumber belajar siswa dapat berupa buku-buku yang diwajibkan, media cetak, media elektronika, lingkungan, narasumber, pengalaman dan minat anak, serta hasil karya siswa.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran sastra, materi sastra yang akan digunakan dalam pembelajaran sastra tentulah materi yang dipilih guru dan sesuai dengan kriteria yang layak untuk anak didik. Kriteria karya sastra yang layak digunakan guru adalah karya yang dipilih berdasarkan atas berbagai pertimbangan baik segi bahasa maupun segi kejiwaan.
Pertimbangan segi bahasa berdasarkan atas keterbacaan bahan ajar bagi siswa. Karya sastra yang akan diajarkan dapat dipahami siswa karena bahan tersebut memiliki tingkat keterbacaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka sehingga karya tersebut dapat dipahami.
Bahan pembelajaran sastra harus sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa. Moddy (1974:17) mengemukakan tahap perkembangan anak dalam menggeluti karya sastra sebagai berikut. (a) Tahap autistik (the austistic stage) (b) Tahap romantis (the romantic stage) (c) Tahap realistis (the realistic stage) (d) Tahap generalisasi (the generalizing stage).
Siswa yang termasuk dalam tahap usia autistik dan romantis, Mereka masih sulit berpikir secara realistis dan belum mampu menggeneralisasikan permasalahan yang dihadapinya. Mereka masih kurang mampu berpikir secara abstrak, dan masih sulit menentukan sebab akibat dari suatu gejala. Aspek pedagogis dalam pemilihan materi sastra sangat diperlukan. Aspek ini dapat dilihat dari segi moral yang dibicarakan dalam karya sastra, sikap, budi pekerti, perilaku yang positif, dan mengarah kepada pembentukan kepribadian siswa yang positif.

                                                  

B.     Pembelajaran Apresiasi Prosa
 Pembelajaran prosa yang ditawarkan antara lain sebagai berikut. (1) Membaca cerita pendek atau novel dan mendiskusikan cara penyampaian pesan atau amanat yang terdapat dalam karya sastra tersebut. (2) Membahas konflik yang terdapat dalam cerita pendek atau novel/ roman.
Kegiatan awal yang dilakukan guru adalah mempersiapkan cerpen atau novel yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran apresiasi prosa. Pada kegiatan tersebut guru menandai bagian mana yang akan didiskusikan dengan siswanya, apakah alur, tema, tokoh, sudut pandang, atau amanat dalam prosa tersebut. Selain itu guru harus memperhitungkan waktu yang tersedia dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Hal lain yang penting adalah adanya gagasan pokok yang akan disampaikan kepada siswa yang merupakan acuan ke arah pembentukan moral mereka. Gagasan pokok tersebut ibarat niat guru dalam membelajarkan siswa di dalam pembentukan moral, pembentukan kepribadian siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran sastra di dalam kurikulum.
Selain persiapan guru, persiapan siswa juga diperlukan. Mengingat membaca cerpen memerlukan waktu yang cukup lama, diperlukan dulu membaca di luar jam tatap muka di kelas (misalnya dengan tugas membaca di rumah). Pada waktu membaca, siswa ditugasi memberi tanda pada bagian-bagian yang perlu dipertanyakan, atau memberi tanda bagian yang menarik perhatiannya di dalam cerpen yang dibacanya.
Setelah guru dan siswa mempunyai kesiapan untuk pembelajaran cerpen, di kelas berlangsung kegiatan diskusi tentang cerpen tersebut. Hal ini tentunya guru sudah mempersiapkan rambu-rambu dalam kegiatan diskusi tersebut.

C.      Pembelajaran Apresiasi Puisi
Pembelajaran apresiasi puisi dapat dilakukan dengan memadukannya dengan empat aspek keterampilan berbahasa, yakni: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pembelajaran apresiasi sastra; baik prosa, puisi, maupun drama; siswa tidak hanya sekadar sebagai penikmat hasil sastra (pembaca atau pendengar) saja, namun siswa juga dituntut untuk kreatif menulis.
Pembelajaran yang berkaitan dengan tujuan tersebut dapat dilakukan dengan cara: membaca, mendeklamasikan, menciptakan puisi, dan mendiskusikan tema, keindahan bahasa, serta hal-hal yang menarik dari puisi tersebut. Kegiatan yang dilakukan siswa antara lain berikut ini.
Puisi yang telah disiapkan guru (dapat juga yang telah ditulis oleh siswa) dibaca oleh siswa atau dideklamasikan siswa. Setelah siswa membaca/mendeklamasikan puisi, tentu siswa memperoleh pengalaman tentang isi, bahasa dan gaya bahasa yang digunakan, dan sebagainya.
Puisi yang telah dibaca didiskusikan dari berbagai segi yang menarik untuk didiskusikan. Misalnya: wujudnya, sudut penuturan, pokok yang diungkapkan, sudut pandang, perasaan yang terlibat di dalamnya, amanat, tema, dan sebagainya. Tentang wujud puisi, dibahas antara lain bait, larik, dan sajak. Tentang sudut penuturan, misalnya dibahas siapa yang bertutur dan kepada siapa dia bertutur, serta bagaimana nada penuturannya. Tentang pokok yang diungkapkan, dibahas hal-hal apa yang dikisahkan, digambarkan, atau didialogkan. Tentang perasaan, dibicarakan tentang perasaan yang terlibat di dalamnya, misalnya sedih, gembira, rindu, benci, dan tertekan. Tentang amanat, dibicarakan tentang apa yang ingin dibicarakan penyair melalui puisi tersebut, juga apakah amanat dalam puisi tersebut tersirat ataukah tersurat.
Setelah dilakukan pembahasan, puisi tersebut dibaca lagi, dinikmati lagi secara utuh. Dengan demikian diharapkan pemahaman yang lebih tinggi lagi serta pemahaman yang lebih jelas tentang puisi yang akan dibaca. Hasil pembahasan puisi itu dihubungkan pula dengan kehidupan masing-masing siswa, sehingga puisi menjadi lebih bermakna dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Demikian kemungkinan penyajian bahan pengajaran puisi di sekolah. Untuk pencapaian penulisan kreatif, dapat juga dilakukan kegiatan menulis puisi yang sesuai dengan tema yang ditentukan atau dipilih siswa. Untuk menulis puisi bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi perlu motivasi yang tinggi oleh guru untuk membangkitkan semangat menulis puisi. Puisi yang mereka tulis dapat dipajang di majalah dinding atau majalah sekolah.
Kebermaknaan sebuah puisi dapat dilakukan dengan memadukan bidang seni lainnya. Misalnya, teknik yang dapat dilakukan guru di sekolah adalah musikalisasi puisi, yaitu perpaduan antara seni musik dan seni sastra di kalangan siswa.
Untuk musikalisasi puisi ini diperlukan alat-alat musik yang dikuasai siswa. Keterpaduan lain yang dapat dilakukan adalah keterpaduan antara seni lukis dengan puisi. Sebuah lukisan bunga, misalnya, dapat ditulis dengan sebuah puisi yang berkaitan dengan bunga tersebut sehingga ekspresi kedua bidang seni lebih terasa.

D.     Pembelajaran Apresiasi Drama
Drama adalah salah satu genre sastra yang berada pada dua dunia seni, yaitu seni sastra dan seni pertunjukan atau teater. Orang yang melihat drama sebagai seni sastra menunjukkan perhatiannya pada seni tulis teks drama yang dinamakan juga dengan seni lakon yang teknik penulisannya berbeda dengan teknik penulisan puisi atau prosa. Orang yang menganggap drama sebagai seni pertunjukan (teater) fokus perhatiannya ditujukan pada pertunjukannya atau pementasannya, tidak semata pada teksnya saja. Teks sastra menurut pandangan mereka hanyalah bagian dari seni pertunjukan yang harus berpadu dengan unsur lainnya, yaitu gerak, suara, bunyi, musik, dan rupa. Bahkan sumber ekspresi seni pertunjukan tidak hanya teks drama melainkan juga teks-teks lainnya di luar unsur sastra, seperti teks pidato, pledoi, dan penyidikan, berita di media massa, esai, dan lain-lain.
Akan tetapi, baik drama sebagai karya sastra maupun sebagai bagian dari kelengkapan teater, teks drama selalu mengarah pada pementasan. Hal inilah yang membedakan genre sastra drama dengan genre sastra puisi maupun prosa fiksi. Arah terhadap pementasan itu menyebabkan drama identik dengan pementasan.
Berdasarkan pembelajaran yang ditawarkan, guru dapat merancang pembelajaran drama yang mengajak siswa beraktivitas dengan kegiatan drama. Misalnya, guru akan melaksanakan pembelajaran menulis pengalaman yang manarik dalam bentuk drama. Untuk menulis naskah drama, tentunya diperlukan pemahaman tentang unsur-unsur yang terdapat di dalam teks drama.
Sebagai sebuah teks sastra, drama merupakan suatu genre sastra yang mempunyai konvensi (kaidah) yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama, yang berhubungan dengan kaidah bentuk. Kedua, yang berhubungan dengan kaidah stilistika.
Di sisi lain, Remy Silado mengemukakan, dalam memahami teks drama terdapat empat kualifikasi yang perlu diperhatikan. Keempat kualifikasi tersebut adalah: (1) isi dramatik, (2) bahasa dramatik, (3) bentuk dramatik, dan (4) struktur dramatik.
Gaya ekspresi adalah visi dan pandangan penulis yang penuangannya sesuai dengan paham atau aliran yang dianut pengarang. Apakah realisme, ekspresionisme, eksistensialisme, atau absurdisme. Plot literer adalah plot yang terdapat dalam teks drama.
Berdasarkan atas pandangan tentang struktur drama, siswa dapat mengembangkan pengalamannya yang menarik untuk dituliskan menjadi sebuah teks drama. Mereka bebas memilih tokoh yang akan dituangkan dalam dialognya. Demikian juga dengan latar yang dikehendakinya. Kebebasan berekspresi dalam drama akan dapat membangkitkan aktualisasi diri mereka

Kill Me Kiss Me









Aku mencoba menggambar tokoh komik yang merokok...Ternyata cukup menyenangkan soalnya terlihat lebih cool kalau merokok..hehehe
Aku menggambar salah satu tokoh ini dari komik K2 Kill Me Kiss Me...Siapa ya kira - kira??? Ada yang tau nggak???
taraaaaaaaaaaa dia adalah Kim Kang Kun...Mirip nggak yah???

Gambarku I






Kalau gambar yang satu ini aku gambar pada saat aku masih kelas 3 SMA... Aku menggambarnya karena aku suka dengan tokoh ini...Aku menggambarnya tidak terlalu mirip sih dengan yang aslinya karena aku mengubah Sedikit stylenya terutama untuk aksesories rantai dan gelangnya begitu juga dengan pakaian yang dikenakannya..Untuk rambut dan wajahnya sih aku rasa lumayan mirip lah...hehe
Sayang aku lupa nama dan judul komiknya...Bagaimana meurut kalian keren tidak???

Memory Eater



Bagi penggemar manhwa tentu tidak asing lagi dengan gambar di atas...Ini adalah Dio salah satu tokoh dalam komik Memory Eater... Aku menggambarnya 7 bulan yang lalu....Bagaimana menurut kalian??? Apakah gambarku mirip dengan aslinya???

Selasa, 29 Oktober 2013

Karakteristik Manajemen Kelas Rangkap

Karakterisktik Manajemen Kelas Rangkap
      Terdapat beberapa kriteria dalam manajemen kelas rangkap, antara lain adalah:
1  1.      Adanya penggabungan siswa yang berasal dari dua atau lebih tingkatan baik itu tingkatan kelas ataupun tingkatan usia.
   2.      Seorang guru ditugaskan untuk membelajarkan para siswa gabungan yang terdiri dari beberapa tingkatan kelas ataupun tingkatan usia.
   3.      Seorang guru melaksanakan tugas-tugas mengajarnya kepada para siswa gabungan secara serempak. Maksudnya adalah pemberian pembelajaran kepada siswa haruslah dilakukan secara serempak, namun bimbingan selanjutnya dilakukan oleh guru agar masing-masing siswa dapat memahami materi yang disampaikan. Namun bimbingan tersebut dilakukan dalam kelompok mereka masing-masing.

. 4. Siswa secara individual maupun di dalam kelompok (tingkatan) tetap dikondisikan oleh guru untuk tetap aktif belajar sekalipun guru sedang memberikan bimbingan kepada siswa pada tingkatan tertentu. Dan dengan cara itu siswa dapat belajar mandiri  baik dengan ataupun tanpa bimbingan guru.